Kamis, 19 Januari 2012

INVASI MONGOL

   Shalahuddin menjadi kekuatan terdepan dalam menghapus Negara Salib dan berhasil meraih keamanan kembali setelah hilang karena kesalahan sendiri. Akan tetapi pelajaran baru segara datang, ummat kembali kehilangan rasa amanya karena para generasi penerus lalai dalam mengambil pelajaran masa lalu.

   Pada awal Abad ke-13, datang ancaman bahaya baru yaitu Mongol. Mongol adalah sebuah suku dari Tartar yang mendiami Asia Tengah, Jenghis Khan telah membangun kerajaan Mongol Raya, sebuah kerajaan terbesar yang dikenal sejarah dalam waktu yang tidak lama, dengan melakukan penghancuran dan pembantaian yang sangat buruk dalam catatan sejarah. Kekuasaan mereka mulai dari sungai Dpiner di Rusia sampai sungai Indus di India.

Serangan Mongol mulai mengancam Irak. Akan tetapi, Khalifah Abbasiyah, Al Musta’shim (640-656 H/1242-1258 M), ketimbang waspada, ia justru terlena dalam tidurnya dan mengira bahwa masalah Jengis Khan dan penggantinya Haloko Khan akan menjauh darinya, sedangkan ia merasa hidup terus dalam damai.

   Kenyataan berbicara lain, sang Khalifah dikejutkan oleh peristiwa penghancuran Baghdad pada tahun 1258 M/ 694 H yang menujukan bahwa permainan sudah usai. Sang Khalifah siap melakukan apa saja kecuali untuk bertahan dan melawan, ia  mengutus menterinya Muayiduddin al-Alqami untuk berundingan dengan Haloko Khan, dengan kesepakatan agar para petinggi Kerajaan, tentara dan keluarga Khalifah menyerahkan diri kepada Haloko Khan dengan imbalan sang Khalifah dijamin keselamatan hidupnya. Namun beberapa saat kemudian sang Khalifah bodoh itu menghetahui bahwa dirinya ditipu mentah-mentah oleh Haloko Khan, sang Khalifah dan para pengikutnya dipenjara, lalu disembelih satu persatu termasuk wanita dan anak-anak.

   Haloko Khan berserta pasukannya memasuki kota Bagdad dan membantai 1.000.000 penduduknya dalam sebuah bentuk panyembelihan yang paling tragis, yang dikenal dalam sejarah dan semua perpustakaan yang berisisi jutaan buku yang sangat berharga dibakar habis.

   Kini giliran Mesir, Haloko mengirim peringatan keras kepada sultan Mesir (Saifuddin Quthuz) agar menyerah tanpa syarat. Apa-apa yang terjadi di Irak, Syiria, Lebanon dan Palestina juga akan terjadi pula pada Mesir apabila bila Mesir tidak berani memberikan perlawanan. Masyarakat Mesir menyadari bahwa keamanan mereka sudah hilang karena sikap lalai Khalifah Abbasyiah di Baghdad dalam menjaga keamanan Negara Islam secara keseluruhan.

   Dengan mengambil pelajaran yang didapat dari Shalahuddin al Ayubbi dalam menghadapi kaum Salib masih kuat dalam ingatan, dan semangat perlawanan yang di gelorakanya pun masih hidup dalam ingatan masyarakat Mesir. Dengan membawa rasa percaya pada kekuatan sendiri dan tidak mengutamkan keselamatan pribadi, maka Mesir bergerak sebagai pihak pasukan penyerang menyambut pasukan Tartar di Palestina.

Pasukan Mesir memenangkan pertempuran yang sangat menentukan di ‘Ain Jalut pada tanggal 3 September 1260 M. seorang sejarawan Muslim (al Maqrizi) mengabadikan kemenangan ini dalam tulisanya bahwa ketika pasukan Mongol menerima permohonan bantuan dari Aleppo, mereka membuang semua logisitk yang dibawa dan melepaskan semua tawanan. Kemudiaan mereka menempuh jalan pantai, maka disinilah ummat Islam menghadang mereka, lalu menyerang pasukan Mongol dan menawan mereka. Ketika Haloko mendengar kehancuran pasukanya dan wakilnya (Katibgha) telah terbunuh, ia merasa gentar karena pasukannya tidak pernah kalah sebelumnya dan ia pun pergi melarikan diri.

   Yang mewujudkan kemenangan dalam pertempuran Hitthin (538 H/1187 M) melawan kekautan Salib pada abad ke-12 Shalahuddin, sedangkan kemenangan pada paretempuran ‘Ain Jalut pada tahun 1260 M adalah az Zhahir Baibar, pribadi kedua tokoh ini sangat berbeda, Shalahuddin adalah singa sedangkan az Zhahir Baibar adalah Harimau. Keberhasilan Mesir dalam menghentikan gerak maju pasukan Mongol di luar perbatasan dan sikap aktif mereka dalam menghadapi Mongol di Palestina ketimbang menunggu serangan dari dalam negeri telah menyelamatkan Mesir dari nasib yang mengerikan sebagaimana yang dialami di Baghdad dan Syiria.    

   Dalam catatan sejarah peristiwa invasi Mongol juga pernah terjadi di tanah Jawa, pasukan Invasi Kublai Khan yang dipimpin oleh Che-pi dengan membawa pasukan sekitar 100.000 orang termasuk pasukan Kavaleri dengan diangkut sekitar 1000 kapal. Pasukan meninggalkan Kanton pada tahun 1292 M dengan target eskpedisi itu adalah Jawa.

   Aramada itu sampai ke Jawa pada tahun 1293 M dengan pasukan mereka yang menyusut karena parjalanan mereka yang sangat panjang. Che-pi bersekutu dengan Partisan Raden Wijya untuk menghadapi Singosari, pertama kali yang dapat direbut adalah Tuban dipesisir utara Jawa, karena disanalah kapal-kapal Jawa bersandar, dalam pertempuran singkat semua kapal dapat ditawan.

   Para pemimpin Mongol membagi kekuatan mereka menjadi sebuah armada, yamg kemudiaan dikirim ke Sumatera untuk manaklukkan kerajaan Melayu dan berhasil mengalahkan Vasal-vasal kerajaan Sumatera, sedangkan pasukan darat bergerak menuju ke Kediri. Raden Wijaya menyerang granisun-granisun Kediri yang dijaga oleh para pendekar Jawa, sementra pihak Mongol bertempur dengan pasukan Jayakatwang, kalah dengan jumlah pasukan dan perpaduan serangan akhirnya Kediri ditaklukkan dan Jayakatwang dipakasa untuk menyerah kepada Che-pi 26 Maret 1293 M.

   Raden Wijaya mengkhianati Che-pi dan mengumpulkan semua kekuatan Jawa yang masih tersisa dan mulai pemberontakan menyeluruh terhadap pihak Mongol. Karena jumlah pasukanya menyusut selama dua bulan aksi militer, pasukan Mongol mundur ke Surabaya dan kembali ke kapal-kapal mereka menuju pulang dengan mengalami banyak kerugiaan, dan disaat mereka sampai ke negerinya Kublai Khan Tengah sekarat dan meninggal pada tahun 1295 M.

Sumber : Dari berbabagai sumber buku sejarah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar